Kamis, 16 April 2015

PARADIGMA ISLAM TENTANG ILMU PENDIDIKAN



  PARADIGMA ISLAM TENTANG ILMU PENDIDIKAN
A.    Hakikat Ilmu Pendidikan
ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ ١ خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ مِنۡ عَلَقٍ ٢ ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ ٣  ٱلَّذِي عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ ٤
عَلَّمَ ٱلۡإِنسَٰنَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡ ٥
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,  Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Tarikh Nabi memberitakan bahwa para tawanan perang Badar dipekerjakan Nabi untuk mengajari orang Islam membaca dan menulis. Tidak ada kewajiban agama yang mengatakan bahwa orang harus belajar dari orang muslim, atau harus belajar ke Mekkah dan Madinah. Kewajban agama hanya belajarnya, sedangkan sumber atau tempatnya tidak ditentukan oleh agama, alias ditentukan berdasarkan kriteria objektif.
Agama Islam merupakan agama yang sempurna, agama yang berdasarkan wahyu Allah tetapi tidak semua ajarannya bersifat doktriner. Ada beberapa hal yang ketika dikaitkan dengan ilmu pengetahuan, Islam mampu menjadi sebuah agama sebagai objek kajian ilmiah.
Kuntowijoyo dalam buku Islam sebagai Ilmu menjelaskan bahwa objektifikasi ilmu adalah ilmu dari orang yang beriman untuk seluruh manusia, tidak hanya untuk orang beriman saja.
Gambar 1
Alur pertumbuhan Ilmu-ilmu Integralistik[1]


 


Keterangan:
Agama. Al-Qur’an merupakan wahyu Tuhan, yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, diri sendiri dan lingkungan (fisik, sosial, budaya). Kitab yang diturunkan itu merupakan petunjuk etika, kebijaksanaan, dan dapat menjadi setidaknya Grand Theory (sistem ekonomi).
Teoantroposentrisme. Agama memang mengklaim sebagai sumber kebenaran, etika, hokum, kebijaksanaan dan sedikit ilmu pengetahuan. Agama tidak pernah menjadikan wahyu Tuhan sebagai satu-satunya sumber pengetahuan dan melupakan kecerdasan manusia, atau sebaliknya, menganggap pikiran manusia sebagai satu-satunya sumber pengetahuan dan melupakan Tuhan. Jadi, sumber pengetahuan itu dua macam, yaitu berasal dari Tuhan dan yang berasal dari manusia, dengan kata lain teoantroposentrisme.
Dediferensiasi (rujuk kembali). Kalau diferensiasi menghendaki pemisahan antara agama dan sector-sektor kehidupan lain, maka dediferensiasi ialah penyatuan kembali agama dengan sector-sektor kehidupan lain, termasuk agama dan ilmu.
Agama menyediakan tolok ukur kebenaran ilmu (benar, salah), bagaimana ilmu diproduksi (baik, buruk), dan tujuan-tujuan ilmu (manfaat, merugikan). Selebihnya adalah hak manusia untuk memikirkan dinamika internal ilmu. Ilmu yang lahir dari induk agama harus menjadi ilmu yang objektif. Artinya, suatu ilmu tidak dirasakan oleh pemeluk agama lain, non-agama, dan anti-agama sebagai norma, tapi sebagai gejala keilmuan yang objektif semata.
Ilmu integralistik. Ilmu yang menyatukan (bukan sekedar menggabungkan) wahyu Tuhan dan temuan pikiran manusia (ilmu-ilmu integralistik) tidak akan mengucilkan Tuhan (sekulerisme) atau mengecilkan manusia (other worldly asceticisme).
Akal melakukan fungsinya sebagai alat untuk memahami apa yang tersirat di balik yang tersurat, dan dari padanya ia menemukan rahasia kekuasaan Tuhan, lalu ia tunduk dan patuh kepada Allah, maka pada saat itulah akal dinamai pula al-qalb. Pemahaman terhadap potensi berpikir yang dimiliki akal tersebut memiliki hubungan yang erat dengan pendidikan. Hubungan tersebut antara lain terlihat dalam merumuskan tujuan pendidikan. Benyamin Bloom, cs., dalam bukunya Taxonomy of Educational Objective (1956) membagi tujuan-tujuan pendidikan dalam tiga ranah (domain), yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tiap-tiap ranah dapat dirinci lagi dalam tujuan-tujuan yang lebih spesifik dan hierarkis. Ranah kognitif dan afektif tersebut sangat erat kaitannya dengan fungsi kerja dari akal. Dalam ranah kognitif terkandung fungsi mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi. Fungsi-fungsi ini erat kaitannya dengan fungsi akal pada aspek berpikir (tafakur). Sedangkan dalam ranah afektif terkandung fungsi memperhatikan, merespon, menghargai, mengorganisasi nilai, dan mengkarakterisasi. Fungsi-fungsi ini erat kaitannya dengan fungsi akal pada aspek mengingat (tazakkur), sebagaimana telah diuraikan di atas. Orang yang mampu mempergunakan fungsi berpikir yang terdapat pada ranah kognitif dan fungsi mengingat yang terdapat pada ranah afektif adalah termasuk ke dalam kategori Ulul al-bab. Orang yang demikian itulah yang akan berkembang kemampuan intelektualnya, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta emosionalnya dan mampu mempergunakan semuanya itu untuk berbakti kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya. Manusia yang demikian itulah yang harus menjadi rumusan tujuan pendidikan, dan sekaligus diuapayakan untuk mencapainya dengan sungguh-sungguh. Dengan demikian pendidikan harus mempertimbangkan manusia yang merupakan sasarannya sebagai makhluk yang memiliki akal dengan berbagai fungsinya yang amat variatif.

B.     Keutamaan Pendidikan
Salah satu keutamaan pendidikan adalah amar ma’ruf nahi munkar. Dalam al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125: [2]
ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَٰدِلۡهُم بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ ١٢٥
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
 Potongan ayat yang berbunyi : ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ
Maksudnya adalah serulah ummatmu wahai para Rasul dengan seruan agar mereka melaksanakan syari’at yang telah ditetapkannya berdasarkan wahyu yang diturunkannya, dengan melalui ibarat dan nasehat yang terdapat di dalam kitab yang diturunkannya. Dan hadapilah mereka dengan cara yang lebih baik dari yang lainnya sekalipun mereka menyakitimu, dan sadarkanlah mereka dengan cara yang baik.
Selanjutnya potongan ayat إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ maksudnya adalah bahwa sesungguhnya Tuhanmu wahai para Rasul adalah lebih mengetahui dengan apa yang berjalan dan diperselisihkan, dan juga lebih mengetahui cara yang harus ditempuh sesuai yang hak.
Ayat tersebut menyuruh agar Rasulullah saw menempuh cara berdakwah dan berdiskusi dengan cara yang baik. Sedangkan petunjuk (al-hidayah) dan kesesatan (al-dlalal) serta hal-hal yang etrjadi diantara keduanya sepenuhnya dikembalikan kepada Allah SWT, karena Dia-lah yang lebih mengetahui keadaan orang-orang yang tidak dapat terpelihara dirinya dari kesesatan, dan menembalikan dirinya kepada petunjuk.
Keutamaan pendidikan secara umum adalah:[3]
1.      Tujuan akhir dari pendidikan adalah mengubah sikap mental dan perilaku tertentu yang dalam konteks Islam adalah agar menjadi seorang muslim yang terbina seluruh potensi dirinya sehingga dapat melaksanakan fungsinya sebagai khalifah dan abdullah.
2.      Proses pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru memuat informasi, teori, konsep dan sebagainya yang diperlukan untukmewujudkan tujuan pendidikan. Dari proses tersebut maka terciptalah pemahaman, penghayatan dan pengamalan.
3.      Melalui pendidikan diharapkan lahir manusia yang kreatif, sanggup berpikir sendiri, melakukan penelitian dan seterusnya.
4.      Mengembangkan ilmu pengetahuan dan membawa manusia semakin mampu menangkap hikmah di balik ilmu pengetahuan, yaitu rahasia keagungan Allah SWT.
5.      Pengajaran berbagai ilmu pengetahuan dalam proses pendidikan yang sesuai dengan ajaran al-Qur’an, akan menjauhkan manusia dari sikap takabur, ateistik, sebagaimana yang pada umumnya dijumpai pada pengembangan ilmu pengetahuan di masyarakat Barat Eropa.
6.      Pendidikan mapu mendorong peserta didik agar mencintai ilmu pengetahuan, yang terlihat dari terciptanya semangat dan etos keilmuan yang tinggi.

C.    Ayat Al-Qur’an Hadits yang Relevan
1)      Pendidikan Matematika
a)      Ide himpunan dalam al-Qur’an[4]
Al-Qr’an surat al-Fatihah akan dijumpai tiga kelompok atau golongan manusia, yaitu:
(1)   Kelompok yang diberi nikmat oleh Allah SWT (an’amta ‘alaihim),
(2)   Kelompok yang dimurkai (al-maghdhub), dan
(3)   Kelompok yang sesat al-dhallin).
Pada awal surat al-Baqarah akan dijumpai tiga tergolong manusia, yaitu:
(1)   Golongan orang yang bertaqwa (al-muttaqiin),
(2)   Golongan orang kafir (al-kafirin), dan
(3)   Golongan orang munafik (al-munafirin).
Pada surat al-Waqi’ah, di hari kiamat manusia dikempokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
(1)   Kelompok terdahulu (al-sabiquna al-awwalun),
(2)   Kelompok kanan (ashhabu al-maimanah atau ashhabu al-yamin), dan
(3)   Kelompok kiri (ashhabu al-mas’amah atau ashhabu al-syimal).
Pada surat Fathir ayat 1:
ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ فَاطِرِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ جَاعِلِ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ رُسُلًا أُوْلِيٓ أَجۡنِحَةٖ مَّثۡنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَۚ يَزِيدُ
 فِي ٱلۡخَلۡقِ مَا يَشَآءُۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ ١
“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Dalam ayat 1 surat al-Faathir ini dijelaskan sekelompok, seglongan atau sekumpulan makhluk yang disebut maialkat. Dalam kelompok malaikat tersebut terdapat kelompok malaikat yang mempunyai dua sayap, tiga sayap atau empat sayap. Bahkan sangat dimungkinkan terdapat kelompok malaikat yang mempunyai lebih dari empat sayap jika Allah SWT menghendaki.
Al-Qur’an surat Al-Nuur ayat 45:
وَٱللَّهُ خَلَقَ كُلَّ دَآبَّةٖ مِّن مَّآءٖۖ فَمِنۡهُم مَّن يَمۡشِي عَلَىٰ بَطۡنِهِۦ وَمِنۡهُم مَّن يَمۡشِي عَلَىٰ رِجۡلَيۡنِ وَمِنۡهُم مَّن يَمۡشِي عَلَىٰٓ أَرۡبَعٖۚ
 يَخۡلُقُ ٱللَّهُ مَا يَشَآءُۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ ٤٥
“Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Dalam ayat 45 surat an-nuur dijelaskan sekelompok, seglongan atau sekumpulan makhluk yang disebut hewan. Hewan merupakan objek yang jelas. Hewan dalam ayat di atas dibagi menjadi beberapa kelompok:
(1)   Kelompok hewan tidak berkaki,
(2)   Kelompok hewan berkaki dua,
(3)   Kelompok hewan berkaki empat, dan
(4)   Kelompok hewan berkaki lebih dari empat.
b)      Relasi bilangan dalam Al-Qur’an[5]
Mengenai relasi bilangan dalam al-Qur’an, perhatikan firman Allah AWT dalam Al-Qur’an surat al-Shaffaat ayat 147:
وَأَرۡسَلۡنَٰهُ إِلَىٰ مِاْئَةِ أَلۡفٍ أَوۡ يَزِيدُونَ ١٤٧
“Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih”.
Dalam surat al-Shaffat ayat 147 tersebut dijelaskan bahwa nabi Yunus diutus kepada umat yang jumlahnya 100000 orang atau lebih. Secara matematika, jika umat nabi yunus sebanyak x orang, maka x sama dengan 100000 atau x lebih dari 100000. Dalam bahasa matematika, dapat ditulis
x = 100000 atau x  100000
Masih terdapat beberapa ayat dalam al-Qur’an yang menyebutkan relasi bilangan. Ada dalam beberapa redaksi, misalnya:
a.      Adnaa (kurang dari)
Al-Qur’an surat al-Mujadilah ayat 7:
أَلَمۡ تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِۖ مَا يَكُونُ مِن نَّجۡوَىٰ ثَلَٰثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمۡ وَلَا خَمۡسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمۡ وَلَآ أَدۡنَىٰ مِن ذَٰلِكَ وَلَآ أَكۡثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمۡ أَيۡنَ مَا كَانُواْۖ ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُواْ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٌ ٧
“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dialah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.
Dalam surat al-Mujadilah ayat 7 tersebut, kata adnaa bermakna kurang dari. Konteks yang digunakan dalam ayat tersebut adalah banyak orang, yang dalam ayat disebutkan 3, 4, 5, dan 6. Berdasarkan hal ini, maka kata “kurang dari” bermakna kurang dari 3, 4, 5, atau 6. Jadi, dapat diambil suatu relasi bilangan x < 3.

b.      Aktsara (lebih dari)
Pada surat al-Mujadalah ayat 7 juga disebutkan kata aktsara yang bermakna lebih dari. Konteks yang digunakan dalam ayat tersebut adalah banyak orang, yang dalam ayat disebutkan bilangan 3, 4, 5, dan 6. Jadi, dapat diambil suatu relasi bilangan x > 6.
c)      Operasi bilangan dalam Al-Qur’an[6]
(1)   Operasi penjumlahan
Perhatikan firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 25:
وَلَبِثُواْ فِي كَهۡفِهِمۡ ثَلَٰثَ مِاْئَةٖ سِنِينَ وَٱزۡدَادُواْ تِسۡعٗا ٢٥
“Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi)”
Pada surat al-Kahfi ayat 25 disebutkan operasi bilangan 300=9.
(2)   Operasi pengurangan
Surat al-ankabut ayat 14:
وَلَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوۡمِهِۦ فَلَبِثَ فِيهِمۡ أَلۡفَ سَنَةٍ إِلَّا خَمۡسِينَ عَامٗا فَأَخَذَهُمُ ٱلطُّوفَانُ وَهُمۡ ظَٰلِمُونَ ١٤
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim”.
Pada ayat di atas diebutkan operasi pengurangan 1000 – 50.
2)      Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
a)      Majas metafora[7]
Contohnya dalam al-Qur’an surat Saba’ ayat 19,
... وَمَزَّقۡنَٰهُمۡ كُلَّ مُمَزَّقٍۚ ... ١٩
“...Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya...”
b)      Majas perbandingan[8]
Contohnya dalam al-Qur’an surat an-nuurayat 39:
وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ أَعۡمَٰلُهُمۡ كَسَرَابِۢ بِقِيعَةٖ يَحۡسَبُهُ ٱلظَّمۡ‍َٔانُ مَآءً حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَهُۥ لَمۡ يَجِدۡهُ شَيۡ‍ٔٗا ... ٣٩
“ Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun..”

3)      Bimbingan dan Konseling
a)      Takut[9]
Q.S. as-Sajdah ayat 16:
تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمۡ عَنِ ٱلۡمَضَاجِعِ يَدۡعُونَ رَبَّهُمۡ خَوۡفٗا وَطَمَعٗا وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ ١٦
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezeki yang Kami berikan.”

b)      Marah[10]
Dalam al-Qur’an dijelaskan mengenai emosi marah dan pengaruhnya pada tingkah laku manusia, seperti penjelasan tentang kemarahan Musa As saat kembali kepada kaumnya dan mendapati mereka sedang menyembah patung anak sapi terbuat dari emas buatan Samiri. Musa kemudian melempar lauh-lauh-nya, menjambak dan menarik rambut saudaranya sambil marah.
Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: "Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? Dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: "Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim.” (QS. Al-A’raf: 150)

c)      Gembira[11]
Manusia akan merasa gembira atau bahagia saat mendapatkan apa yang diharapkan dan diinginkannya seperti harta, kesuksesan, ilmu pengetahuan, keimanan, dan ketaqwaan. Al-Qur’an menyebutkan dua jenis kegembiraan:
QS. Ar-Ra’d ayat 26
“...Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).”
QS. Yunus ayat 57-58
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan’."











DAFTAR PUSTAKA

Abdussakir. 2009. Matematika 1 Kajian Integratif Matematika dan Al-Qur’an. Malang: UIN-Malang Press
Abuddin Nata. 2010. Tafsir Ayatayat Pendidikan (Tafsir al-Ayat al-Tarbawiy). Jakarta: Raja Grafindo Persada
Kuntowijoyo. 2005. Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi dan Etika. Jakarta: Teraju
M. Nur Kholis Setiawan. 2005. Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar. Yogyakarta: eLSAQ Press
Muhammad Utsman Najati. 2010. Psikologi Qur’an dari Jiwa Hingga Ilmu Laduni. Bandung: Marja







[1] Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi dan Etika, (Jakarta: Teraju, 2005), hlm. 55-58
[2] Abuddin Nata, Tafsir Ayatayat Pendidikan (Tafsir al-Ayat al-Tarbawiy), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 171-172.
[3] Ibid., hlm. 169-170
[4] Abdussakir, Matematika 1 Kajian Integratif Matematika dan Al-Qur’an, (Malang: UIN-Malang Press, 2009), hlm. 1-4
[5] Ibid., hlm. 75-78
[6] Ibid., hlm. 79-81
[7] M. Nur Kholis Setiawan, Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005), hlm. 215.
[8] Ibid., hlm. 228.
[9] Muhammad Utsman Najati, Psikologi Qur’an dari Jiwa Hingga Ilmu Laduni, (Bandung: Marja,  2010), hlm. 59.
[10] Ibid., hlm. 65.
[11] Ibid., hlm. 79.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar