28 januari 2013 oleh : hasbiah D.F
(KODE ETIK JURNALISTIK DAN KEBEBASAN
PERS YANG BERTANGGUNGJAWAB)
O
L
E
H
KELOMPOK III:
HASBIAH
HAJRAH
AYUNI KARTIKA
KURNIA
RESKI.AS
MANSYUR
FATURRAHMAN
MAN MAMUJU
2012 / 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI.......................................................................................................................................
KATA
PENGANTAR..........................................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang...................................................................................................................
B. Rumusan
Masalah...............................................................................................................
C.
Tujuan..................................................................................................................................
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pers dan Kebebasan
Pers……………………………………………………………
B. Fungsi
dan Peranan Pers
di Indonesia............................................................................................
C. Teori
tentang Pers…………………………………………………………………………………
D. Pers
yang Bebas dan Bertanggung Jawab……………………………………………………
E. Peraturan
Perundang-undangan tentang Kebebasan Pers……………………………………
F. Kode
Etik Jurnalistik………………………………………………………………………………
G. Dewan
Pers…………………………………………………………………………………………
H. Pers
Pancasila………………………………………………………………………………………
I. Dampak
Penyalagunaan Kebebasan Media Massa
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................................................................
B. Saran
& Kritik...................................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah
berkenan memberi petunjuk dan kekuatan kepada penulis sehingga makalah
“ KODE ETIK DAN KEBEBASAN
PERS YANG BERTANGGUNGJAWAB”
ini’dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun dan dibuat berdasarkan materi – materi yang
ada. Materi – materi bertujuan agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan
siswa. Serta siswa juga dapat memahami nilai – nilai dasar yang direfleksikan
dalam berpikir dan bertindak.
Mudah-mudahan dengan mempelajari makalah ini, para siswa akan
mampu menghadapi masalah-masalah atau kesulitan-kesulitan yang timbul dalam
belajar. Dan dengan harapan semoga siswa mampu berinovasi dan berkreasi dengan potensi
yang dimiliki, dan menjadi sangat bermanfaat.
Mamuju, Januari
2013
Penyusun;
KELOMPOK III
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Negara
demokrasi adalah negara yang mengikutsertakan partisipasi rakyat dalam
pemerintahan serta menjamin terpenuhinya hak dasar rakyat dalam kehidupan
berbangsa, dan bernegara. Salah satu hak dasar rakyat yang harus dijamin adalah
kemerdekaan menyampaikan pikiran, baik secara lisan maupun tulisan.
Pers
adalah salah satu sarana bagi warga negara untuk mengeluarkan pikiran dan
pendapat serta memiliki peranan penting dalam negara demokrasi. Pers yang bebas
dan bertanggung jawab memegang peranan penting dalam masyarakat demokratis dan
merupakan salah satu unsur bagi negara dan pemerintahan yang demokratis.
Pelaksanaan
kebebasan pers di Indonesia saat ini sudah sangat bebas, karena kurangnya
penekanan dan kebijakan dari pemerintah. Hal tersebut dilihat dari banyaknya
media yang mengekspos kehidupan pribadi para publik figur yang sebenarnya tidak perlu
dipublikasikan dan berbagai masalah lainnya.
Dari
penjelasan di atas, kami menyusun makalah dengan judul “Kebebasan Pers”.
Harapan kami dengan adanya makalah ini dapat memberikan perbaikan dalam
kebebasan pers di Indonesia.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan di atas dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah:
1. Apakah
pengertian pers dan kebebasan pers ?
2. Apakah
fungsi dan peranan pers di Indonesia?
3. Apa
saja teori tentang pers?
4. Apa
yang dimaksud pers yang bebas dan bertanggung jawab?
5. Bagaimana
peraturan perundang-undangan tentang kebebasan pers?
6. Apa
yang dimaksud kode etik jurnalistik?
7. Apa
yang dimaksud dewan pers?
8. Apa
yang dimaksud pers pancasila?
9. Bagaimana
dampak penyalagunaan kebebasan media massa?
10. Apa
masalah kebebasan pers di Indonesia saat ini dan Bagaimana upaya pemerintah
untuk mengatasinya?
11. Bagaimana
opini masyarakat terhadap pelaksanaan kebebasan pers saat ini?
C. Tujuan
Tujuan
penyusunan makalah ini adalah :
1. Memenuhi
tugas mata Pelajaran PKN
BAB II
A. Pengertian
Pers dan Kebebasan
Pers
Secara etimologis berasal dari bahasa
Inggris berarti “press” dan bahasa Belanda, “persen atau pers”,
yang artinya menekan atau mengepres. Istilah ini menunjuk pada semacam alat
lempengan dari besi yang di antara dua lembar besi tersebut diletakkan suatu
barang kemudian ditekan untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan. Hal ini
yang dimaksudkan adalah mesin cetak kuno yang harus ditekan dengan keras untuk
menghasilkan cetakan pada lembaran kertas.
Pengertian umum tentang pers adalah segala
usaha dari alat-alat komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan
hiburan, peristiwa, dan berita yang terjadi atau lembaga sosial dan wahana
komunikasi massa yang melakukan kegiatan jurnalistik.
Undang-undang No. 40 Tahun 1999 Pasal 1 ayat
1 memberi definisi pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk
tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam
bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan jenis
saluran yang tersedia.
Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian,
yakni pers dalam pengertian luas dan pers dalam pengertian sempit. Dalam
pengertian luas, pers mencakup semua media komunikasi massa, seperti radio,
televisi, dan film yang berfungsi memancarkan/menyebarkan informasi, berita,
gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau sekelompok orang kepada orang
lain. Maka dikenal adanya istilah jurnalistik radio, jurnalistik televisi,
jurnalistik pers.
Dalam pengertian sempit, pers hanya
digolongkan produk-produk penerbitan yang melewati proses percetakan, seperti
surat kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah bulanan dan sebagainya
yang dikenal sebagai media cetak.
Kebebasan pers (freedom of the press)
adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau perlindungan hukum yang
berkaitan dengan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan seperti
menyebar luaskan, pencetakan dan penerbitkan surat kabar, majalah, buku atau
dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari
pemerintah. Selain itu kebebasan pers juga dapat diartikan sebagai hak warga
masyarakat untuk mengetahui (right to know) masalah-masalah atau fakta publik,
dan di sisi lainnya hak warga masyarakat dalam mengekspresikan pikiran dan
pendapatnya (right to expression). Kedua dimensi hak ini saling bertalian. Untuk
memiliki pikiran dan pendapat tentang masalah publik, warga masyarakat dengan
sendirinya harus mendapat informasi yang benar.
Dalam Ketetapan MPRS No. XXXII/MPRS/1966
merumuskan “kebebasan pers Indonesia adalah kebebasan untuk menyatakan serta
menegakkan kebenaran dan keadilan, dan bukanlah kebebasan dalam pengertian
liberalisme”.
B. Fungsi
dan Peranan Pers
di Indonesia
Dalam
Undang-undang No. 40 Tahun 1999 Pasal 3 disebutkan mengenai fungsi pers, dalam
hal ini pers nasional. Adapun fungsi pers nasional adalah sebagai berikut :
a. Sebagai
wahana komunikasi massa. Pers nasional sebagai sarana berkomunikasi antarwarga
negara, warga negara dengan pemerintah, dan antarberbagai pihak.
b. Sebagai
penyebar informasi. Pers nasional dapat menyebarkan informasi baik dari
pemerintah atau negara kepada warga negara (dari atas ke bawah) maupun dari
warga negara ke negara (dari bawah ke atas).
c. Sebagai
pembentuk opini. Berita, tulisan, dan pendapat yang dituangkan melalui pers
dapat menciptakan opini kepada masyarakat luas. Opini terbentuk melalui berita
yang disebarkan lewat pers.
d. Sebagai
media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial serta sebagai lembaga
ekonomi.
Fungsi pers sebagai media informasi,
pendidikan, hiburan dan kontrol social :
· Fungsi
informasi, masyarakat berlangganan atau membeli surat kabar karena memerlukan
informasi mengenai berbagai hal.
· Fungsi
pendidikan, pers sebagai sarana pendidikan massa (mass education), memuat
tulisan tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat bertambah
pengetahuan dan wawasannnya.
· Fungsi
menghibur, hal yang bersifat menghibur sering di muat pers untuk mengimbangi
berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot.
· Fungsi
kontrol sosial, terkandung dalam makna demokratis yang didalmnya terdapat unsur
sosial participation, social responcibility, social support, social control.
Pers nasional sesuai dengan pasal 6 UU No. 40
Tahun 1999, menyebutkan peranan pers sebagai berikut:
a. memenuhi
hak masyarakat untuk mengetahui;
b. menegakkan
nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, hak asasi
manusia, saling menghormati kebhinekaan;
c. mengembangkan
pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar;
d. melakukan
pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum;
e. memperjuangkan
keadilan dan kebenaran.
C. Teori
tentang Pers
Dalam
buku “Four Theories of the Press” dengan penulis Free S. Siebert,
Theodore Peterson, dan Wibur Schramm, menyatakan bahwa teori tentang pers dapat
dikategorikan menjadi 4, yaitu :
a. Authoritarian
Press (Pers Otoritarian)
Teori
ini muncul pada masa iklim otoritarian di akhir Renaisans, segera setelah
ditemukannya mesin cetak. Teori otoritarian berpendapat bahwa pers harus
dikuasai dan dikendalikan negara atau penguasa negara. Pers selamanya tunduk
kepada penguasa negara. Pers pada hakikatnya adalah media penguasa untuk
menyampaikan informasi yang dianggap perlu diketahui masyarakat. Sikap kritis
pers terhadap penguasa negara sama sekali tidak dapat dibenarkan. Asumsinya
penguasa negara tidak mungkin salah kerena mereka adalah pelaksana kedaulatan
negara. Dengan demikian tidak diperlukan kebebasan pers, tidak diperlukan
adanya
organisasi pekerja pers yang independent karena hanya
akan mengganggu stabilitas negara. Antara pemerintah dengan pers memiliki
hubungan top down dan bersifat timbal balik. Konsep pers seperti ini
menghilangkan fungsi pers sebagai pengawas pelaksanaan pemerintahan.
Praktek-praktek otoritarian masih ditemukan di seluruh bagian dunia walaupun
telah ada teori lain.
b. Libertarin
Press ( Pers Libertarian)
Pers
libertarian disebut juga dengan pers bebas, yang merupaka kebalikan pers
ototarian. Teori ini berakar pada pandangan John Milton, yang menyatakan bahwa
manusia dalam menjalani kehidupnnya mempunyai hak untuk memilih dan
menyampaikan apa yang disukainya. Dalam system pers mengkritisi kondisi yang
ada baik kondisi sosial maupun perilaku dan kebijakan pemerintah. Dalam
teori Libertarian, pers bukan instrument pemerintah, melainkan sebuah alat
untuk menyajikan bukti dan argument-argumen yang akan menjadi landasan bagi
orang banyak untuk mengawasi pemerintahan dan menentukan sikap terhadap
kebijaksanaannya. Dengan demikian, pers seharusnya bebas sari pengawasan dan
pengaruh pemerintah. Agar kebenaran bisa muncul, semua pendapat harus dapat
kesempatan yang sama untuk didengar, harus ada pasar bebas pemikiran-pemikiran
dan informasi. Baik kaum minoritas maupun mayoritas, kuat maupun lemah, harus
dapat menggunakan pers.
c. Soviet
Communist press (Pers Komunis Soviet)
Teori ini berakar dari pemikiran Karl Max dan
Friedrich Engel yang kemudian ditetapkan oleh Lenin di Uni Soviet. Menurut
teori ini pers dimiliki Negara dan berfungsi untuk melayani kelas pekerja.
Teori ini hampir sama dengan teori otoritarian. Namun ada beberapa hal yang
membedakannya, yaitu dalam system komunis soviet pers dapat mengatur sendiri
pesan-pesan yang akan disampaikan kepada publik. Pers mempunyai tanggung jawab
tertentu untuk memenuhi harapan publik. Pers merupakan bagian intergral dalam
system pemerintahan Negara.
d. Social
Responsibility Press ( Pers Pertanggungjawaban Sosial)
Teori ini lahir sebagai bentuk reaksi
terhadap teori libertarian. Karena dalam kenyataan sejarah, banyak pihak yang
merasa kecewa dengan penerapan teori libertarian karena kebebasan mutlaknya.
Teori Tanggungjawab social punya asumsi utama, bahwa kebebasan mengandung
didalamnya suatu tanggung jawab yang sepadan. Hubungan antara pemerintah dan
pers sederajat dan bersifat saling mengawasi. Kecenderungan pers di
Negara-negara demokrasi menganut teori ini.
D. Pers
yang Bebas dan Bertanggung Jawab
Indonesia saat ini resminya menganut sistem
pers yang bebas dan bertanggung jawab. Konsep ini mengacu ke teori “pers
tanggung jawab sosial”. Asumsi utama teori ini adalah bahwa kebebasan
mengandung di dalamnya suatu tanggung jawab yang sepadan.
Dalam UU No. 40 Tahun 1999 kebebasan pers
disebut dengan istilah kemerdekaan pers. Dalam UU tersebut menyatakan sebagai berikut :
1. Kemerdekaan
pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip
demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum (pasal 2).
2. Kemerdekaan
pers dijamin sebagai hak asasi warga negara (pasal4ayat1).
3. Terhadap
pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan
penyiaran (pasal 4 ayat 2).
4. Untuk
menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan
menyebarluaskan gagasan dan informasi (pasal 4 ayat 3).
5. Dalam
mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak
(pasal 4 ayat 4).
6. Wartawan
bebas memilih organisasi wartawan (pasal 7 ayat 1).
7. Dalam
melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum (pasal 8).
Dari ketentuan-ketentuan tersebut tampak
jelas bahwa pers Indonesia adalah pers yang bebas. Akan tetapi kebebasan
tersebut harus diimbangi dengan melakukan kewajiban-kewajiban tertentu.
Kewajiban-kewajiban pers trsebut antara lain:
1. Pers
nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati
norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak
bersalah (pasal 5 ayat 1).
2. Pers
wajib melayani Hak Jawab (pasal 5 ayat 2).
3. Pers
wajib melayani Hak Tolak (pasal 5 ayat 3).
4. Wartawan
memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik yang disepakati oleh organisasi wartawan dan
ditetapkan oleh Dewan Pers (pasal 7 ayat2 dan penjelasan).
5. Dalam
upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional,
dibentuk Dewan Pers yang independen (pasal 15 ayat 1)
E. Peraturan
Perundang-undangan tentang Kebebasan Pers
Kebebasan
pers di Indonesia diatur oleh Undang-undang Nomor 40 tahun 1999. Didalam UU
tersebut berisi tentang:
a. Ketentuan
Umum
b. Asas,
Fungsi, Hak, Kewajiban, dan Peranan Pers
c. Wartawan
d. Perusahaan
Pers
e. Dewan
Pers
f. Pers
Asing
g. Peran
Serta Masyarakat
h. Ketentuan
Pidana
F. Kode
Etik Jurnalistik
Etik atau etika berasal dari kata ethos (bahasa
Yunani) yang berarti kebiasaan, adat, watak. Kata yang dekat dengan etika
adalah moral yang berasal dari bahasa latin mores yang artinya adat kebiasaan.
Etika merupakan semacam pegangan bagi perilaku manusia dalam kehidupa
masyarakat.
Kode etik adalah norma atau asas yang diterima
oleh suatu kelompok tertentu sebagai pedoman tingkah laku. Orang-orang yang
bekerja dalam suatu profesi tertentu perlu melengkapi dirinya dengan kode etik.
Dengan adanya kode etik diharapka perilaku mereka dalam bekerja dan bertugas
sesuai dengan nilai-nilai etik atau moral yang baik.
Kode Etik
Jurnalistik menjadi pegangan para insan pers dalam melaksanakan peran dan
fungsinya. Kode etik menjadi landasan moral atau etika profesi guna menjamin
kebebasan pers dan terpenuhinya hak-hak masyarakat serta sebagai pedoman
operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas para insan pers.
Saat ini dewan pers sudah menetapkan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang
telah disepakati oleh organisasi-organisasi wartawan.
G. Dewan
Pers
Selain
melalui Kode Etik Jurnalistik, untuk mengembangkan kebebasan pers dan
meningkatkan kehidupan pers nasional disebut Dewan Pers. Dewan
Pers adalah sebuah dewan yang bersifat independen, yang terdiri dari
wartawan yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers, tokoh masyarakat ahli
dibidang pers atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh
organisasi wartawan dan organsasi perusahaan pers (pasal
15 ayat 1 dan 3). Keanggotaan dewan ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Fungsi-fungsi yang dilaksanakan Dewan Pers
menurut pasal 15 ayat 2 UU
Pers terdiri atas 6 fungsi, yaitu :
· Melakukan
pengkajian untuk pengembangan pers
· Menetapkan
dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik
· Memberikan
pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas
kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers
· Mengembangkan
komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintahan
· Memfasilitasi
organisasi-organosasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers
dan meningkatkan kulitas profesi kewartawanan
· Mendata
perusahaan pers
H. Pers
Pancasila
Istilah Pers Pancasila pertama kali
dikemukakan oleh M. Wonohito, seorang wartawan senior kenamaan, jauh sebelum
dicanangkan secara resmi oleh Dewan Pers dalam Sidang Pleno XXV di Surakarta
pada tanggal 7-8 Desember 1984. Dalam pembahasannya nonohiti menyinggung
disamping empat teori pers, bolehlah ditambahkansatu system yaitu pancasila
pers theory sebab falsafah pancasila melahirkan teori pers sendiri, yang tidak
termasuk dalam 4 teori pers itu sendiri.
Dalam Sidang Pleno XXV di Surakarta, Dewan pers memutuskan mengenai
pers Indonesia adalah pers pancasila dalam arti pers yang orientasi, sikap dan
tingkah lakunya berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 45. Pers pembangunan adalah pers pancasila dalam arti mengamalkan pancasila
dan UUD 45
dalam pembagunan berbagai aspek
kehidupan bermasyrakat, berbangsa dan bernegara, termasuk pembangunan persitu sendiri. Hakikat pers Pancasila adalah
pers yang sehat, yakni yang pers yang bebas dan bertanggung
jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi
yang benar dan objektif, penyaluran aspirasi rakyat dan kontrol sosial
kontruktif. Pers Pancasila selalu mengedepankan keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan dalam pemberitaan, sehingga tercipat keharmonisan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Yang pada gilirannya akan terwujud
masyarakat madani Indonesia.
I. Dampak
Penyalagunaan Kebebasan Media Massa
Adapun bentuk- bentuk penyalagunaan kebebasan pers antara lain
sebagai berikut:
1. Penyiaran berita yang tidak memenuhi kode etik
jurnalistik
Pemberitaan
yang bebas, tergesa-gesa, dan sesuka hati adalah pemberitaan yang menyalahi
kode etik jurnalistik. Contohnya kesalahan prnyebutan nama tersangka dan kurang
jelasnya suatu gambar atau peristiwa.
2. Peradilan oleh pers (Trial by pers)
Pemberitaan yang terus menerus pada satu pihak, sedangkan pihak
lain yang terlibat tidak ciberitakan akan menghasilkan berita yang tidak
seimbang. Seseorang terasa diadili oleh pers karena pemberitaan yang tidak
seimbang tersebut.
3. Membentuk opini yang menyesatkan
Tulisan-tulisan yang dimuat oleh pers kadang menciptakan opini
yang sebaliknya dari seseorang. Opini yang tercipta justru menyesatkan karena
tidak benar dan tidak sesuai dengan fakta.
4. Tulisan-tulisan bernada fitnah dan provokatif
Kadang
kala tulisan yang dimuat sangat vulgar, yaitu menceritakan kejadian
yang dapat memicu keterlibatan pihak lain dan dapat memancing emosi. Contohnya
pemberitaan tentang perang antarsuku yang memberitakan cerita pembantaian
sebuah keluarga oleh suku lain.
5. Berita bohong
Berita yang tidak kuat sumbernya dapat menciptakan berita yang
idak benar alias berita bohong.
Syamul Mu’arif, Menteri Negara Komunikasi dan Informasi pada masa
kabinet Megawati Soekarno Putri pernah mengemukakan adanya 5 penyakit pers,
yaitu : Pornografi , Character assasination (pembunuhan
karakter), Berita palsu, Provokstif dan iklan menyesatkan dan Wartawan yang
tidak profesional (wartawanbodreks)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Negara
demokrasi adalah negara yang memberi jaminan atas hak asasi manusia termasuk kebebasan
dalam mengeluarkan pikiran atau pendapat baik secara lisan maupun tertulis.
Kebebasan media, dalam hal ini pers adalah bukti nyata adanya jaminan
kemerdekaan mengeluarkan pendapat tersebut. Pers yang bebas adalah salah satu
pilar bagi tegaknya demokrasi. Demokrasi dan masyarakat demokratis membutuhkan
pers yang bebas. Namun kebebasan pers bukanlah kebebasan murni atau benar-benar
bebas. Sesui teori social Responsibility, pers memiliki kebebasan dan tanggung
jawab. Adanya prinsip pertanggungjawaban ini akan menekan prinsip
kebebasan yang dimiliki pers. Pers yang tidak bertanggung jawab dapat
menciptakan penyalagunaan akan kebebasan yang dimilikinya.
B. Saran & Kritik
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai
materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis
banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah
di kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga
makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman
pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Anwar. 1992. Komunikasi Politik Dan Pers
Pancasila. Jakarta: PT. Media Sejahtera.
Dewan Pers. 2003. Kebebasan Pers
Dan Penegakkan Hukum. Jakarta : Dewan Pers.
.
2004. Kompetensi Wartawan (Pedoman Peningkatan
Profesionalisme Wartawan Dan Kinerja Pers). Jakarta : Dewan pers.
.
2005. Pers Dan Pilkada 2005. Jakarta : Dewan Pers.
.
Unesco. 2005. Kebebasan Pers Pasal-Pasal Penghinaan. Jakarta :
Dewan Pers.
Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan
Filsafat Komunikasi. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
Khasan, Mas’ud, Abdul Qohar. 1994. Kamus stilah
Pengetahuan Populer. Gresik. CV. Bintang Pelajar.
L Rivers, William. 1994. Etika
Media Massa dan Kecenderungan Untuk Melanggarnya. Jakarta :
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Lubis, Mochtar, etall. 1992. Visi
Wartawan 45. Jakarta : PT. Media Sejahtera.
Luwarso, lukas. 2003. Menghindari
Jerat Hukum. Jakarta : PT. Southeast Asian Press Alliance (SEAPA).
M. Echols, John.2000. Kamus
Inggris Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.
Mulyana, Deddy. 2004. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandun